Canangkan Bulan K3 Nasional, Menaker: Budaya K3 Tidak Bisa Dibangun Semalam

Pencanangan Bulan K3 Nasional 2025
Pencanangan Bulan K3 Nasional 2025

Menaker Yassierli mencanangkan Bulan K3 Nasional 2025 di KITB Batang. Sumber: Istimewa

Batang—Seperti tahun-tahun sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan kembali mencanangkan peringatan Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional Tahun 2025. Meski sekilas seperti acara rutin tahunan, menurut Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, gelorifikasi budaya K3 memang masih membutuhkan upaya-upaya yang harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.

“Kita harus memahami bahwa budaya K3 tidak bisa dibangun dalam semalam. Ini adalah proses panjang yang membutuhkan perubahan pola pikir, penguatan kapasitas, dan pembentukan sistem yang berkelanjutan. Oleh karena itu, mari kita jadikan Bulan K3 Nasional ini sebagai momentum untuk merefleksikan upaya kita selama ini dan menyusun langkah-langkah strategis ke depan,” kata Yassierli saat memimpin Apel Pencanangan Bulan K3 Nasional Tahun 2025 di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Batang, Jawa Tengah, Selasa (14/1/2025).

Dalam apel tersebut, Yassierli mengatakan bahwa isu penerapan K3 di tempat kerja harus terus digelorakan karena masih ada sejumlah tantangan. Pertama, selama tiga tahun terakhir, jumlah kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja (PAK), terus menunjukkan tren peningkatan.

Yassierli menyebut, pada 2022 tercatat sebanyak 298.137 kasus kecelakaan kerja, yang meningkat menjadi 370.747 kasus pada tahun 2023, dan hingga Oktober 2024 angka tersebut telah mencapai 356.383 kasus. “Angka-angka ini menyadarkan kita bahwa upaya untuk membangun budaya K3 harus terus digalakkan. Kita harus melihat upaya penurunan angka kecelakaan kerja harus menjadi prioritas nasional,” katanya.

Kedua, industri akan menghadapi risiko baru seiring perubahan demografi pekerja, perkembangan teknologi, dan tuntutan global. Perubahan-perubahan tersebut dinilainya akan menghadirkan risiko baru ketika industri semakin banyak menggunakan bahan buatan kimia atau ketika penggunaan energi primer alternatif seperti LNG, hidrogen, dll.

“Kegagalan dalam memitigasi risiko-risiko ini bisa berdampak sangat signifikan, seperti meningkatnya biaya kesehatan, penurunan kualitas hidup tenaga kerja, serta kerugian produksi,” katanya.

Oleh karena itu, Yassierli mengingatkan langkah utama dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut adalah dengan menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) dengan baik, yakni dengan menjadikan SMK3 sebagai budaya kerja bukan semata-mata sebagai hal yang bersifat administratif. (RT)

Exit mobile version